Sejarah dan Kebudayaan Samin di Blora
Definisi Samin
Samin menurut banyak orang memiliki konotasi negatif dengan anggapan bahwa Samin berarti orang aneh, bodoh, tidak mengikuti perkembangan zaman, mengisolasi diri serta menutup diri dalam komunitas merea sendiri. Masyarakat Samin lebih suka menyebut diri mereka Sikep, karena mereka menganggap bahwa kata Samin memiliki konotasi negatif. Orang luar sudah menganggap mereka sebagai kelompok yang lugu, suka mencuri, menolak membayar pajak, dan menjadi bahan lelucon. Sedulur Sikep berkonsentrasi terbesar di wilayah Blora dan yang lain menyebar ke Pati, Rembang, Purwodadi dan Bojonegoro.
Samin merupakan penyebutan bagi gerakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di daerah Blora. Amrih Widodo menjelaskan gerakan Samin merupakan fenomena sosial yang tertua di Asia Tenggara sebagai gerakan petani protonasionalisme yang semakin mekar akibat makin ditancapkannya cengkeraman kekuasaan pemerintah kolonial pada akhir abad ke - 19 M.
Sejarah Suku Samin
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Samin merupakan putera dari Raden Surowijaya yang dikenal dengan nama Samin Sepuh. Samin Sursentiko bernama asli Raden Kohar. Nama tersebut kemudian dirubah dengan nama Samin. Samin Surosentiko memiliki hubungan darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro serta masih memiliki hubunngan darah dengan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Sumoroto (kini menjadi salah satu daerah di Tulungagung) pada tahun 1902 - 1826.
Samin Surosentiko mengembangkan ajaran Saminisme di daerah Klopoduwur, Blora pada tahun 1890. Banyak penduduk yang tertarik dan menjadi pengikut dari Samin Surosentiko. Hingga tahun 1907 pengikut Samin sudah sampai 5000 orang lebih. Pemerintah Belanda yang berkuasa pada masa tersebut mulai merasa was - was atas para pengikut Samin Surosentiko dan mulai menangkapi para pengikut Samin satu persatu.
Pada tahun 1911, Surohudin yang merupakan menantu dari Samin Surosentiko dan Engkrak yang merupakan pengikut Samin menyebarkan ajaran Samin ke daerah Grobogan dan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Pada tahun 1912, para pengikut Samin mencoba menyebarkan ajaran Samin sampai ke Jatirogo dan Tuban namun mengalami kegagalan.
Pada tahun 1914 terjadi peristiwa puncak Geger Samin yang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda yang menaikkan pajak. Di Daerah Purwodadi para pengikut Samin sudah tidak lagi menghormati pemerintah desa dan polisi. Hal ini terjadi juga di daerah Distrik Balerejo, Madiun. Sedangkan di Kajen, Pati, Karsiyah yang tampil sebagai Pangeran Sendang Janur menghimbau kepada warga Kajen untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Di Desa Larangan Pati, orang - orang Samin menyerang polisi. Begitu pula di daerah Bojonegoro yang juga menolak membayar pajak kepada pemerintahan kolonial. Setelah 1930 perlawanan Samin terhenti karena tidak adanya figur pemimpin yang tangguh.
Ajaran Politik
Wujud perlawanan Samin terhadap Belanda tergambar dari 3 hal yaitu
Menolak membayar pajak
Menolak memperbaiki jalan
Menolak jaga malam / ronda
Menolak kerja paksa / rodi
Samin Surosentiko mengajarkan bab kenegaran yang tertuang pada Serat Pikukuh Kasajaten yang menjelaskan sebuah negara akan terkenal dan disegani rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.
Samin Surosentiko berpendapat bahwa tanah Jawa memiliki keturunan Pandawa. Keturunan tersebut adalah keluarga Majapahit. Samin Surosentiko mengajarkan bahwa pemilik pulau Jawa bukan Belanda melainkan pemilik Jawa sendiri yang disebut wong Jawa. Oleh karena hal inilah, para pengikut Samin tidak mau membayar pajak, dan menebang pohon - pohon jati karena mereka berpandangan mereka lebih berhak atas tanah Jawa daripada pemerintah Belanda. Hal ini kemudian menggegerkan pemerintah Belanda, dan kemudian pada perkembangannya satu persatu pemimpin ajaran Samin ditangkap dan diasingkan.
Kegiatan Keseharian Masyarakat Samin
Masyarakat Samin sebagian besar merupakan petani. Mereka memanfaatkan lingkungan seperti mengambil kayu seperlunya dan tidak melakukan eksploitasi. Bagi mereka, tanah bagaikan ibu mereka sendiri. Mereka akan memperlakukan tanah sebaik - baiknya. Pada laki - laki biasanya menggunakan ikat kepala dan menggunakan baju dengan lengan panjang berwarna hitam tanpa kerah. Sedangkan untuk perempuan menggunakan pakaian lengan panjang berkain dibawah lutut dan diatas mata kaki. Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan budayanya namun pengaruh dari luar tetap mempengaruhi keseharian mereka seperti penggunaan traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat rumah tangga berbahan plastik, alumunium dan lain - lain.
Sikap Hidup Masyarakat Samin
a. Sikap Skeptis
Skeptis merupakan sikap kurang percaya, ragu - ragu, berhati - hati atas tindakan tindakan orang lain. Seperti yang dilakukan orang Samin ketika ditanya mengenai berapa umur mereka dan mereka menjawab siji atau satu. Sebagai contoh lain ketika mereka ditanya mengenai jumlah anak mereka akan menjawab "Loro, lanang lan wedok" artinya dua, laki - laki dan perempuan. Jawaban ini untuk orang diluar penganut saminisme akan merasa menjengkelkan.
b. Keyakinan
Orang Sikep tidak membeda - bedakan agama, mereka lebih mementingkan tabiat dalam hidupnya. Agama orang sikep tidak sama dengan agama - agama yang dianut orang lain pada umumnya. Pemerintahpun tidak mengakui ajaran agama yang dianut oleh para Samin ini. Orang Samin bisa dikatakan tidak memiliki agama namun mereka memiliki kepercayaan yaitu Hidudharma. Beberapa ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa Jawa baru dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran).
Bila dilihat dari sejarahnya, ajaran Samin berasal dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin erat kaitannya dengan ajaran Siwa Budha. Pada perjalanannya ajaran ini mendapat pengaruh dari Islam yaitu dari ajaran Syeh Siti Jenar yang dibawa oleh muridnya yang bernama Ki Ageng Pengging. Maka dari itu suku Samin dapat dikatakan merupakan orang - orang yang berbudaya dan religius.
Dalam keyakinan Hidudharma yang dianut oleh suku Samin terdapat ajaran bahwa manusia harus memahami arti kehidupan, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya. Kalimat tersebut dapat diartikan hidup hanya sekali dan harus benar - benar dijalani sebaik mungkin untuk dipertanggungjawabkan nantinya.
c. Mengormati dan Menghargai Hak Orang Lain
Meskipun dalam keseharian masyarakat Samin sulit menerima kebudayaan luar, namun dibalik hal tersebut mereka sangat menghormati serta menghargai hak orang lain. Orang Samin menekankan untuk menjaga cara bicara, jujur dan saling menghormati. Orang Samin menghindari kegiatan berdagang karena mereka menilai terdapat unsur "ketidakjujuran" di dalamnya. Mereka juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk apapun.
Dalam kehidupan keseharian masyarakat Samin di Bombong, Kecamatan Sukolilo, Pati, mereka kukuh dengan ajarannya. Selain adanya peraturan diatas, terdapat juga aturan lain diantaranya mereka tidak akan mengganggu orang, tidak berani bertengkar, menghindari iri hati dan menghindari mengambil milik orang lain.
Paham Samin
Paham Samin dinamakan "Agama Nabi Adam" yang diwariskan hingga saat ini sebenarnya mengajarkan nilai kebenaran, kesederhanaan, kebersamaan, keadilan dan kerja keras. Terdapat tiga ajaran Samin diantaranya
Angger - angger pengucap (hukum bicara)
Angger - angger pratikel (hukum tindak tanduk)
Angger - angger lakonono (hukum perihal yang perlu dijalankan)
Konsep Ajaran Samin
Terdapat 6 konsep ajaran Samin, diantaranya :
Tidak bersekolah
Tidak memakai peci namun memakai ikat kain yang lebih mirip dengan orang Jawa zaman dahulu
Tidak melakukan poligami
Tidak memakai celanda panjang melainkan hanya celana selutut
Tidak berdagang
Penolakan terhadap kapitalisme
Pranata Kebudayaan Masyarakat Samin
a. Pendidikan
Dalam hal pendidikan, orang tua dari masyarakat Samin tidak mengizinkan anaknya untuk bersekolah. Hal inilah yang kemudian menjadikan banyak anak - anak usian sekolah di kalangan Samin yang sudah menikah atau bekerja. Masyarakat Samin beranggapan bahwa mereka takut apabila anaknya disekolahkan maka suatu saat akan meninggalkan mereka. Mereka menganggap bahwa apabila anaknya sekolah maka suatu saat anak tersebut tidak mau membantu orang tua. Dengan apa yang didapat dari sekolah, para orang tau dari masyarakat Samin khawatir hal tersebut akan mengubah pola pikir, sikap, dan segala yang menyangkut kebudayaan Samin. Dalam perkembangannya, membaurnya masyarakat Samin dalam msayarakat biasa menjadikan aturan ini mulai memudar.
b. Perkawinan
Adat perkawinan suku Samin hampir sama dengan suku Jawa. Perkawinan diawali dengan pihak laki - laki yang menyambangi pihak wanita dan membawa seserahan. Perbedaan dari adat Jawa adalah ketika upacara ijab, pengantin pria dan wali dari pihak wanita melakukan perjanjian dalam rangka peresmian pernikahan tanpa adanya naib atau orang yang menikahkan. Setelah adanya perjanjian ini kemudian kedua mempelai dianggap sah menjadi uami istri.
Adat perkawinan dalam masyarakat Samin sering disebut sikep rabi atau sikep laki. Menurut mereka perkawinan adalah alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan atmaja tama (anak yang mulia). Dalam upacara perkawinan adat Samin, pihak laki - laki harus mengucap "syahadat" dengan bunyi diterjemahkan kurang lebih "Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama ........ Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua."
Dari hal inilah kemudian ada yang menganggap bahwa mereka merupakan orang - orang pemuja kumpul kebo. Dalam adat mereka, pernikahan hanya untuk sekali dan untuk selamnya. Jadi tidak ada cerita bahwa terjadi perselingkuhan kecuali yen rukune wes salin, atau istrinya sudah meninggal baru diperbolehkan untuk menikah lagi. Suku Samin berpendangan bahwa dari perkawinan, mereka akan belajar kesunyatan (kajian realistis) yang selalu menekankan pada kemanusiaan, rasa sosial serta kekeluargaan dan tanggung jawab sosial.
c. Kegotong Royongan
Masyarakat Samin pada masa sekarang sudah sedikit banyak membaur dengan masyarakat sekitar. Namun mereka masih sedikit menutup diri. Mereka masih belum mudah menerima kedatangan orang yang dianggap asing. Masyarakat Samin memiliki sifat kegotong royongan yang kuat. Gotong royong oleh masyarakat Samin lebih dikenal dengan nama sambatan. Sifat kegotong royongan ini ditunjukkan ketika ada yang mempunyai gawe (kerja), orang meninggal dan lain lain, mereka tidak segan untuk segera datang dan membantu. Namun ketika yang mempunyai gawe maupun meninggal di luar komunitasnya, mereka jarang untuk datang membantu dan memilih untuk diam di rumah. Pola ini sudah menjadi tradisi sejak dahulu dan masih eksis hingga sekarang.
d. Mata Pencaharian
Mata pencaharian suku Samin biasanya menganut dari apa yang nenek moyang ajarkan pada mereka yaitu bertani dan sebagai peternak. Untuk sektor pertanian mereka memilih menanam padi, tebu, jagung, dan sayur mayur. Sedangkan hewan ternak diantaranya ayam dan kambing. Pada saat pagi hari mereka akan pergi ke ladang, sawah maupun hutan dan kembali ketika menjelang senja. Pemukiman samin akan sunyi ketika siang hari karena masing - masing dari mereka sibuk bekerja.
e. Kesenian
Suku Samin memiliki kesenian diantaranya ketoprak, campursari dan wayang. Masyarakat Samin tidak melakukan secara individu dalam mengadakan kesenian ini melainkan memainkan berasama warga lainnya.
f. Primbon
Masyarakat Samin sangat percaya terhadap primbon yang mengatur kehidupan, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan dan tata pergaulan.
g. Upacara Adat
Upacar adat merupakan ekspresi masyarakat untuk berhubungan dengan tuhan. Disini masyarakat Samin melakukan upacara adat diantaranya suronan, meron, dan lain - lain. Selain itu juga terdapat pantangan diantaranya dilarang berdagang dan menikah diluar komunitas Samin.
h. Pemerintahan
Dalam hal pemerintahan, masyarakat Samin sama dengan masyarakat Jawa yaitu berupa RT, RW, dan Lurah. Namun diluar hal tersebut, dalam masyarakat Samin masih ada ketua Samin yang memimpin masyarakat Samin.
Sumber
http://silviaottinugraheni.blogspot.co.id/2014/06/kebudayaan-masyarakat-samin.html
http://hipatioss.blogspot.co.id/2014/10/kehidupan-masyarakat-suku-samin.html
Samin Surosentiko lahir pada tahun 1859 di Desa Ploso Kedhiren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Samin merupakan putera dari Raden Surowijaya yang dikenal dengan nama Samin Sepuh. Samin Sursentiko bernama asli Raden Kohar. Nama tersebut kemudian dirubah dengan nama Samin. Samin Surosentiko memiliki hubungan darah dengan Kyai Keti di Rajegwesi, Bojonegoro serta masih memiliki hubunngan darah dengan Pangeran Kusumoningayu yang berkuasa di daerah Sumoroto (kini menjadi salah satu daerah di Tulungagung) pada tahun 1902 - 1826.
Samin Surosentiko mengembangkan ajaran Saminisme di daerah Klopoduwur, Blora pada tahun 1890. Banyak penduduk yang tertarik dan menjadi pengikut dari Samin Surosentiko. Hingga tahun 1907 pengikut Samin sudah sampai 5000 orang lebih. Pemerintah Belanda yang berkuasa pada masa tersebut mulai merasa was - was atas para pengikut Samin Surosentiko dan mulai menangkapi para pengikut Samin satu persatu.
Pada tahun 1911, Surohudin yang merupakan menantu dari Samin Surosentiko dan Engkrak yang merupakan pengikut Samin menyebarkan ajaran Samin ke daerah Grobogan dan Karsiyah menyebarkan ajaran Samin ke Kajen, Pati. Pada tahun 1912, para pengikut Samin mencoba menyebarkan ajaran Samin sampai ke Jatirogo dan Tuban namun mengalami kegagalan.
Pada tahun 1914 terjadi peristiwa puncak Geger Samin yang melakukan perlawanan terhadap pemerintahan Belanda yang menaikkan pajak. Di Daerah Purwodadi para pengikut Samin sudah tidak lagi menghormati pemerintah desa dan polisi. Hal ini terjadi juga di daerah Distrik Balerejo, Madiun. Sedangkan di Kajen, Pati, Karsiyah yang tampil sebagai Pangeran Sendang Janur menghimbau kepada warga Kajen untuk tidak membayar pajak kepada pemerintah. Di Desa Larangan Pati, orang - orang Samin menyerang polisi. Begitu pula di daerah Bojonegoro yang juga menolak membayar pajak kepada pemerintahan kolonial. Setelah 1930 perlawanan Samin terhenti karena tidak adanya figur pemimpin yang tangguh.
Ajaran Politik
Wujud perlawanan Samin terhadap Belanda tergambar dari 3 hal yaitu
Menolak membayar pajak
Menolak memperbaiki jalan
Menolak jaga malam / ronda
Menolak kerja paksa / rodi
Samin Surosentiko mengajarkan bab kenegaran yang tertuang pada Serat Pikukuh Kasajaten yang menjelaskan sebuah negara akan terkenal dan disegani rakyatnya apabila para warganya selalu memperhatikan ilmu pengetahuan dan hidup dalam perdamaian.
Samin Surosentiko berpendapat bahwa tanah Jawa memiliki keturunan Pandawa. Keturunan tersebut adalah keluarga Majapahit. Samin Surosentiko mengajarkan bahwa pemilik pulau Jawa bukan Belanda melainkan pemilik Jawa sendiri yang disebut wong Jawa. Oleh karena hal inilah, para pengikut Samin tidak mau membayar pajak, dan menebang pohon - pohon jati karena mereka berpandangan mereka lebih berhak atas tanah Jawa daripada pemerintah Belanda. Hal ini kemudian menggegerkan pemerintah Belanda, dan kemudian pada perkembangannya satu persatu pemimpin ajaran Samin ditangkap dan diasingkan.
Kegiatan Keseharian Masyarakat Samin
Masyarakat Samin sebagian besar merupakan petani. Mereka memanfaatkan lingkungan seperti mengambil kayu seperlunya dan tidak melakukan eksploitasi. Bagi mereka, tanah bagaikan ibu mereka sendiri. Mereka akan memperlakukan tanah sebaik - baiknya. Pada laki - laki biasanya menggunakan ikat kepala dan menggunakan baju dengan lengan panjang berwarna hitam tanpa kerah. Sedangkan untuk perempuan menggunakan pakaian lengan panjang berkain dibawah lutut dan diatas mata kaki. Sekalipun masyarakat Samin berusaha mempertahankan budayanya namun pengaruh dari luar tetap mempengaruhi keseharian mereka seperti penggunaan traktor dan pupuk kimiawi dalam pertanian, alat rumah tangga berbahan plastik, alumunium dan lain - lain.
Sikap Hidup Masyarakat Samin
a. Sikap Skeptis
Skeptis merupakan sikap kurang percaya, ragu - ragu, berhati - hati atas tindakan tindakan orang lain. Seperti yang dilakukan orang Samin ketika ditanya mengenai berapa umur mereka dan mereka menjawab siji atau satu. Sebagai contoh lain ketika mereka ditanya mengenai jumlah anak mereka akan menjawab "Loro, lanang lan wedok" artinya dua, laki - laki dan perempuan. Jawaban ini untuk orang diluar penganut saminisme akan merasa menjengkelkan.
b. Keyakinan
Orang Sikep tidak membeda - bedakan agama, mereka lebih mementingkan tabiat dalam hidupnya. Agama orang sikep tidak sama dengan agama - agama yang dianut orang lain pada umumnya. Pemerintahpun tidak mengakui ajaran agama yang dianut oleh para Samin ini. Orang Samin bisa dikatakan tidak memiliki agama namun mereka memiliki kepercayaan yaitu Hidudharma. Beberapa ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa Jawa baru dalam bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran).
Bila dilihat dari sejarahnya, ajaran Samin berasal dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin erat kaitannya dengan ajaran Siwa Budha. Pada perjalanannya ajaran ini mendapat pengaruh dari Islam yaitu dari ajaran Syeh Siti Jenar yang dibawa oleh muridnya yang bernama Ki Ageng Pengging. Maka dari itu suku Samin dapat dikatakan merupakan orang - orang yang berbudaya dan religius.
Dalam keyakinan Hidudharma yang dianut oleh suku Samin terdapat ajaran bahwa manusia harus memahami arti kehidupan, sebab roh hanya satu dan dibawa abadi selamanya. Kalimat tersebut dapat diartikan hidup hanya sekali dan harus benar - benar dijalani sebaik mungkin untuk dipertanggungjawabkan nantinya.
c. Mengormati dan Menghargai Hak Orang Lain
Meskipun dalam keseharian masyarakat Samin sulit menerima kebudayaan luar, namun dibalik hal tersebut mereka sangat menghormati serta menghargai hak orang lain. Orang Samin menekankan untuk menjaga cara bicara, jujur dan saling menghormati. Orang Samin menghindari kegiatan berdagang karena mereka menilai terdapat unsur "ketidakjujuran" di dalamnya. Mereka juga tidak boleh menerima sumbangan dalam bentuk apapun.
Dalam kehidupan keseharian masyarakat Samin di Bombong, Kecamatan Sukolilo, Pati, mereka kukuh dengan ajarannya. Selain adanya peraturan diatas, terdapat juga aturan lain diantaranya mereka tidak akan mengganggu orang, tidak berani bertengkar, menghindari iri hati dan menghindari mengambil milik orang lain.
Paham Samin
Paham Samin dinamakan "Agama Nabi Adam" yang diwariskan hingga saat ini sebenarnya mengajarkan nilai kebenaran, kesederhanaan, kebersamaan, keadilan dan kerja keras. Terdapat tiga ajaran Samin diantaranya
Angger - angger pengucap (hukum bicara)
Angger - angger pratikel (hukum tindak tanduk)
Angger - angger lakonono (hukum perihal yang perlu dijalankan)
Konsep Ajaran Samin
Terdapat 6 konsep ajaran Samin, diantaranya :
Tidak bersekolah
Tidak memakai peci namun memakai ikat kain yang lebih mirip dengan orang Jawa zaman dahulu
Tidak melakukan poligami
Tidak memakai celanda panjang melainkan hanya celana selutut
Tidak berdagang
Penolakan terhadap kapitalisme
Pranata Kebudayaan Masyarakat Samin
a. Pendidikan
Dalam hal pendidikan, orang tua dari masyarakat Samin tidak mengizinkan anaknya untuk bersekolah. Hal inilah yang kemudian menjadikan banyak anak - anak usian sekolah di kalangan Samin yang sudah menikah atau bekerja. Masyarakat Samin beranggapan bahwa mereka takut apabila anaknya disekolahkan maka suatu saat akan meninggalkan mereka. Mereka menganggap bahwa apabila anaknya sekolah maka suatu saat anak tersebut tidak mau membantu orang tua. Dengan apa yang didapat dari sekolah, para orang tau dari masyarakat Samin khawatir hal tersebut akan mengubah pola pikir, sikap, dan segala yang menyangkut kebudayaan Samin. Dalam perkembangannya, membaurnya masyarakat Samin dalam msayarakat biasa menjadikan aturan ini mulai memudar.
b. Perkawinan
Adat perkawinan suku Samin hampir sama dengan suku Jawa. Perkawinan diawali dengan pihak laki - laki yang menyambangi pihak wanita dan membawa seserahan. Perbedaan dari adat Jawa adalah ketika upacara ijab, pengantin pria dan wali dari pihak wanita melakukan perjanjian dalam rangka peresmian pernikahan tanpa adanya naib atau orang yang menikahkan. Setelah adanya perjanjian ini kemudian kedua mempelai dianggap sah menjadi uami istri.
Adat perkawinan dalam masyarakat Samin sering disebut sikep rabi atau sikep laki. Menurut mereka perkawinan adalah alat untuk meraih keluhuran budi yang seterusnya untuk menciptakan atmaja tama (anak yang mulia). Dalam upacara perkawinan adat Samin, pihak laki - laki harus mengucap "syahadat" dengan bunyi diterjemahkan kurang lebih "Sejak Nabi Adam pekerjaan saya memang kawin. (Kali ini) mengawini seorang perempuan bernama ........ Saya berjanji setia kepadanya. Hidup bersama telah kami jalani berdua."
Dari hal inilah kemudian ada yang menganggap bahwa mereka merupakan orang - orang pemuja kumpul kebo. Dalam adat mereka, pernikahan hanya untuk sekali dan untuk selamnya. Jadi tidak ada cerita bahwa terjadi perselingkuhan kecuali yen rukune wes salin, atau istrinya sudah meninggal baru diperbolehkan untuk menikah lagi. Suku Samin berpendangan bahwa dari perkawinan, mereka akan belajar kesunyatan (kajian realistis) yang selalu menekankan pada kemanusiaan, rasa sosial serta kekeluargaan dan tanggung jawab sosial.
c. Kegotong Royongan
Masyarakat Samin pada masa sekarang sudah sedikit banyak membaur dengan masyarakat sekitar. Namun mereka masih sedikit menutup diri. Mereka masih belum mudah menerima kedatangan orang yang dianggap asing. Masyarakat Samin memiliki sifat kegotong royongan yang kuat. Gotong royong oleh masyarakat Samin lebih dikenal dengan nama sambatan. Sifat kegotong royongan ini ditunjukkan ketika ada yang mempunyai gawe (kerja), orang meninggal dan lain lain, mereka tidak segan untuk segera datang dan membantu. Namun ketika yang mempunyai gawe maupun meninggal di luar komunitasnya, mereka jarang untuk datang membantu dan memilih untuk diam di rumah. Pola ini sudah menjadi tradisi sejak dahulu dan masih eksis hingga sekarang.
d. Mata Pencaharian
Mata pencaharian suku Samin biasanya menganut dari apa yang nenek moyang ajarkan pada mereka yaitu bertani dan sebagai peternak. Untuk sektor pertanian mereka memilih menanam padi, tebu, jagung, dan sayur mayur. Sedangkan hewan ternak diantaranya ayam dan kambing. Pada saat pagi hari mereka akan pergi ke ladang, sawah maupun hutan dan kembali ketika menjelang senja. Pemukiman samin akan sunyi ketika siang hari karena masing - masing dari mereka sibuk bekerja.
e. Kesenian
Suku Samin memiliki kesenian diantaranya ketoprak, campursari dan wayang. Masyarakat Samin tidak melakukan secara individu dalam mengadakan kesenian ini melainkan memainkan berasama warga lainnya.
f. Primbon
Masyarakat Samin sangat percaya terhadap primbon yang mengatur kehidupan, kebijaksanaan, petunjuk dasar ketuhanan dan tata pergaulan.
g. Upacara Adat
Upacar adat merupakan ekspresi masyarakat untuk berhubungan dengan tuhan. Disini masyarakat Samin melakukan upacara adat diantaranya suronan, meron, dan lain - lain. Selain itu juga terdapat pantangan diantaranya dilarang berdagang dan menikah diluar komunitas Samin.
h. Pemerintahan
Dalam hal pemerintahan, masyarakat Samin sama dengan masyarakat Jawa yaitu berupa RT, RW, dan Lurah. Namun diluar hal tersebut, dalam masyarakat Samin masih ada ketua Samin yang memimpin masyarakat Samin.
Sumber
http://silviaottinugraheni.blogspot.co.id/2014/06/kebudayaan-masyarakat-samin.html
http://hipatioss.blogspot.co.id/2014/10/kehidupan-masyarakat-suku-samin.html
Comments
Post a Comment
-Berkomentarlah yang baik dan rapi.
-Menggunakan link aktif akan dihapus.