Pengungsi Suriah, Sang Penjual Pena Yang Menjadi Sukses

Abdul membuka toko roti dan restoran kebab di Libanon dengan dana donasi yang diperolehnya. Dia ingin membantu para pengungsi Suriah lain memperbaiki hidup.

Abdul Halim Al Attar, Pengungsi Suriah Yang Dulu Hidup Susah Dan Menjual Pena
Abdul Halim Al Attar, Pengungsi Suriah Yang Dulu Hidup Susah Dan Menjual Pena
Pengungsi Suriah, Sang Penjual Pena Yang Menjadi Sukses - Beberapa bulan lalu, dunia menangis pada satu kisah sedih yang dialami oleh pengungsi Suriah, Abdul Halim Al Attar. Dia menjual pena sembari menggendong anaknya yang masih berusia 3 tahun kala itu, Reem, di jalanan kota Beirut, Libanon.

Dia terpaksa melakukan hal itu lantaran sudah tidak punya penghasilan setelah meninggalkan negerinya, Suriah, yang dilanda konflik berkepanjangan. Satu harapan yang dia pegang, anaknya harus cukup makan.

Aktifitasnya menjual pena ternyata diabadikan oleh seorang warga Libanon, Gissur Simonarson. Gissur, jurnalis online dan web developer itu, mengunggah foto Abdul Halim di media sosial. Dia juga membuat gerakan donasi dengan tagar #buypens dan kampanye pada Indiegogo.

30 Menit setelah diluncurkan, gerakan itu berhasil mengumpulkan dana sekitar 5.000 dolar, setara Rp70 juta.

Gerakan itu resmi ditutup dalam tiga bulan setelah diluncurkan pada Agustus lalu. Saat penutupan, dana donasi terkumpul mencapai 191.109 dolar, setara Rp2,6 miliar.

Abdul Halim Al Attar Sedang Menggendong Anaknya
Abdul Halim Al Attar Sedang Menggendong Anaknya
Abdul sangat bersyukur atas donasi yang dia terima. Uang sebesar itu telah mengubah kehidupannya bersama keluarganya.

"Tidak hanya mengubah hidup saya, tapi juga hidup anak saya dan orang-orang di Suriah yang saya bantu," ujar Abdul.

Dengan uang itu, Abdul berpindah tempat tinggal dari kontrakan yang sempit ke apartemen dengan dua kamar di Beirut. Di sana, dia tinggal bersama Reem yang kini berusia 9 tahun, bersama kakaknya, Abdullelah, 9 tahun.

Reem kini sudah punya mainan baru. Sementara Abdullelah kembali bersekolah setelah tiga tahun lamanya dia tidak lagi bisa sekolah.

Meski demikian, sedari awal Abdel tidak ingin menikmati dana itu sendirian. Dia terpacu untuk membantu pengungsi Suriah lainnya memperbaiki hidup mereka.

Tetapi, dia sadar uang itu akan habis jika disalurkan langsung. Alhasil, Abdul memutuskan membuka toko roti dan restoran kebab di Beirut dan merekrut para pengungsi Suriah untuk bekerja di tiga restoran miliknya.

Abdul hanya menggunakan 40 persen dari 168.000 dolar, setara Rp2,3 miliar dana donasi yang terkumpul, setelah dipotong oleh Indiegogo dan PayPal sebesar 20.000 dolar, setara Rp276 juta sebagai biaya administrasi.

Indiegogo dan Paypal ternyata tidak beroperasi di Libanon sehingga uang itu dibawa oleh seorang anggota gerakan kampanye, yang memiliki akses untuk mengambil dana tersebut di Dubai.

"Saya harus menginvestasikan uang tersebut, jika tidak, uang itu bisa habis," kata Abdul sambil membungkus makanan berupa roti lapis ini ayam panggang pesanan seorang pelanggan.

Kini, senyum bangga merekah di bibir Abdul. Dia lalu berfoto di depan restorannya mengenakan kaos bertuliskan 'Stay Positive'. "Saat Tuhan hendak memberi Anda sesuatu, maka Anda akan mendapatkan itu," terang dia.

Tidak ada lagi orang yang mencibir dan mengabaikan Abdul. Sebagian besar warga Libanon kini justru bangga melihat perjuangan Abdul keluar dari kesulitan hidup sebagai pengungsi.

sumber : nbcnews.com

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Halaman Login Hotspot Berbeda pada 1 Mikrotik

UltraISO Premium Edition v9.5.3

Arti OSAKMJ