PERKEMBANGAN EKONOMI PADA PEMERINTAHAN DEMOKRASI TERPIMPIN
Marlogam Purba/ SI V
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan dan pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri.
Pelaksanaan sistem Demokrasi Terpimpin, sebenarnya merupakan wujud dari obsesi Presiden Soekarno yang dituangkan dalam Konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957, yang isinya mengenai penggantian sistem Demokrasi Liberal menjadi Demokrasi Terpimpin, pembentukan Kabinet Gotong Royong, dan pembentukan Dewan Nasional. [1]
Ketegangan-ketegangan politik yang terjadi pasca Pemilihan Umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kegagalan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Seiring dengan perubahan politik menuju demokrasi terpimpin maka ekonomipun mengikuti ekonomi terpimpin. Sehingga ekonomi terpimpin merupakan bagian dari demokrasi terpimpin. Dimana semua aktivitas ekonomi disentralisasikan di pusat pemerintahan sementara daerah merupakan kepanjangan dari pusat.
1. Pembentukan Badan Perencana Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi di bawah Kabinet Karya maka dibentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959 dipimpin oleh Moh. Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang.[2]
Tugas Depernas :
a) Mempersiapkan rancangan Undang-undang Pembangunan Nasional yang berencana
b) Menilai Penyelenggaraan Pembangunan
Hasil yang dicapai, dalam waktu 1 tahun Depenas berhasil menyusun Rancangan Dasar Undang-undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana tahapan tahun 1961-1969 yang disetujui oleh MPRS. Mengenai masalah pembangunan terutama mengenai perencanaan dan pembangunan proyek besar dalam bidang industri dan prasarana tidak dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan. 1963 Dewan Perancang Nasional (Depernas) diganti dengan nama Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.[2]
2. Penurunan Nilai Uang
Tujuan dilakukan devaluasi :
a) Guna membendung inflasi yang tetap tinggi
b) Untuk mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat
c) Meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat kecil tidak dirugikan.
Maka pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan keputusannya mengenai penuruan nilai uang (devaluasi), yaitu sebagai berikut.
a) Uang kertas pecahan bernilai Rp. 500 menjadi Rp. 50
b) Uang kertas pecahan bernilai Rp. 1.000 menjadi Rp. 100
c) Pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp. 25.000
Tetapi usaha pemerintah tersebut tetap tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin jauh, terutama perbaikan dalam bidang moneter. Para pengusaha daerah di seluruh Indonesia tidak mematuhi sepenuhnya ketentuan keuangan tersebut.
Pada masa pemotongan nilai uang memang berdampak pada harga barang menjadi murah tetapi tetap saja tidak dapat dibeli oleh rakyat karena mereka tidak memiliki uang. Hal ini disebabkan karena :
a. Penghasilan negara berkurang karena adanya gangguan keamanan akibat pergolakan daerah yang menyebabkan ekspor menurun.
b. Pengambilalihan perusahaan Belanda pada tahun 1958 yang tidak diimbangi oleh tenaga kerja manajemen yang cakap dan berpengalaman.
c. Pengeluaran biaya untuk penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962, RI sedang mengeluarkan kekuatan untuk membebaskan Irian Barat.
3. Kenaikan Laju Inflasi
Latar Belakang meningkatnya laju inflasi :
a. Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lainnya mengalami kemerosotan.
b. Nilai mata uang rupiah mengalami kemerosotan
c. Anggaran belanja mengalami defisit yang semakin besar
d. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah yang ada
e. Upaya likuidasi semua sektor pemerintah maupun swasta guna penghematan dan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran belanja tidak berhasil
f. Penertiban administrasi dan manajemen perusahaan guna mencapai keseimbangan keuangan tak memberikan banyak pengaruh
g. Penyaluran kredit baru pada usaha-usaha yang dianggap penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan mengalami kegagalan.
Kegagalan-kegagalan tersebut disebabkan karena:
a. Pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk menahan diri dalam melakukan pengeluaran.
b. Pemerintah menyelenggarakan proyek-proyek mercusuar seperti GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) dan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang memaksa pemerintah untuk memperbesar pengeluarannya pada setiap tahunnya.[3]
Dampaknya :
a. Inflasi semakin bertambah tinggi
b. Harga-harga semakin bertambah tinggi
c. Kehidupan masyarakat semakin terjepit
d. Indonesia pada tahun 1961 secara terus menerus harus membiayai kekeurangan neraca pembayaran dari cadangan emas dan devisa
e. Ekspor semakin buruk dan pembatasan Impor karena lemahnya devisa.
f. 1965, cadangan emas dan devisa telah habis bahkan menunjukkan saldo
negatif sebesar US$ 3 juta sebagai dampak politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara barat.
Kebijakan Pemerintah :
a. Keadaan defisit negara yang semakin meningkat ini diakhiri pemerintah dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan matang. Sehingga menambah berat angka inflasi.
b. 13 Desember 1965 pemerintah mengambil langkah devaluasi dengan menjadikan uang senilai Rp. 1000 menjadi Rp. 1
Dampaknya dari kebijakan pemerintah tersebut :
a. Uang rupiah baru yang seharusnya bernilai 1000 kali lipat uang rupiah lama akan tetapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai sekitar 10 kali lipat lebih tinggi dari uang rupiah baru.
PERKEMBANGAN EKONOMI PADA DEMOKRASI TERPIMPIN
Dalam bidang ekonomi, Presiden Soekarno mempraktikkan sistem ekonomi terpimpin. Presiden secara langsung terjun dan mengatur perekonomian. Pemusatan kegiatan perekonomian pada satu tangan ini berakibat penurunan kegiatan perekonomian.
Dalam upaya meningkatkan aktivitas perekonomian Indonesia, pemerintah mengambil beberapa langkah yang dapat menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Lankah-langkah yang ditempuh pemerintah adalah sebagai berikut :
A. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Sebagai langkah pertama dalam usaha perbaikan keadaan ekonomi, maka pada tanggal 24 Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp 1.000,00 dan Rp 500,00 menjadi Rp 100,00 dn Rp 50,00. Mata uang pecahan seratus kebawah tidak didavaluasi. Tujuan devaluasi ini adalah untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil tidak dirugikan. Pemerintah juga melakukan pembekuan terhadap semua simpanan di bank-bank yang melebihi jumlah Rp 25.000,00. Namun demikian, tindakan pemerintah itu tidak dapat mengatasi kemunduran ekonomi sehingga gambaran ekonomi tetap suram.[4]
B. Menekan Laju Inflasi
Dalam upaya membendung inflasi, dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1959yang mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agae dapat memperbaiki kondisi keuangan dan perekonomian negara.
Penghasilan negara berupa devisa dan penghasilan lain yang merupakan sumber-sumber penting penerimaan negara mengalami kemosrotan . hal ini berpengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang rupiah. Akibatnya, pemerintah melakukan likuiditas terhadap semua sektor, baik sektor pemerintah maupun sektor swasta. Keadaan ini merupakan kesempatan yang baik untuk menertibkan setiap kegiatan pemerintah dan swasta yang sebelumnya tidak dapat dikendalikan.
Sementara itu, sejak tahun 1961 Indonesia secara terus-menerus membiayai kekurangan neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965, untuk pertama kalinya dalam sejarah keuangan, Indonesia sudah habis membelanjakan cadangan emas dan devisa, serta memperlihatkan saldo negatif sebesar 3 juta dollar AS. Walaupun demikian, aktivitas perekonomian masyarakat Indonesia tidak diatur lagi oleh bangsa asing melainkan telah diatur oleh bangsa Indonesia sendiri.
C. Melaksanakan Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan nasional, diperlukan modal dan tenaga ahli. Sementara Indonesia tidak memiliki cukup modal dan tenaga ahli. Karena konfrontasi dengan Malaysia dan memasuhi negara-negara Barat (Eropa Barat), maka bantuan modal dan tenaga dari luar negeri sangat sulit diperoleh. Dengan demikian, pembangunan yang direncanakan tidak dapat dilaksanakan dengan mulus sehingga belum dapat menaikkan taraf hidup rakyat.[5]
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi (Dekon) di Jakarta. Dekon merupakan strategi dasar dalam ekonomi terpimpin. Tujuan utama Deklarasi Ekonomi itu adalahuntuk menciptakan ekonomi nasioanal yang bersifat demokratis dan bebas dari imprealisme untuk mencapai kemajuan ekonomi. Mengingat tidak mudahnya untuk mendapatkan bantuan luar negeri, maka pemerintah Indonesia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).
Dekon itu kemudian disusul dengan 14 peraturan pelaksanaan pada tanggal 26 Mei 1963 yang lebih dikenal dengan Peraturan-peraturan 26 Mei . Deklarasi Ekonomi beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya ternyata tidak berhasil mengatasi kemerosotan ekonomi bahkan memperberat beban hidup rakyat karena indeks biaya hidup semakin meningkat, harga barang kebutuhan naik, dan juga laju inflasi sangat tinggi.[6]
Kegagalan itu disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut :
a) masalah ekonomi tidak diatasi berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi, tetapi diatasi dengan cara-cara politis.
b) Peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah sering bertentangan antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
c) Tidak ada ukuran yang obyektif untuk menilai suatu usaha atau hasil dari suatu usaha.
d) Terjadinya berbagai bentuk penyelewengan dan salah urus.
NOTE :
[1] wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia
[2] Asril,M.Pd . sejarah Indonesia Kotemporer.
[3] 245 hal Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka
[4] Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
[5] id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
[6] 245 hal Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Balai Pustaka
Comments
Post a Comment
-Berkomentarlah yang baik dan rapi.
-Menggunakan link aktif akan dihapus.