MASA KECIL OERIP SOEMOHORDJO
By. Zurika Mitra / B / SI 3
Sebagian orang Indonesia percaya bila seorang anak terlalu nakal atau sering sakit, maka nama anak itu ahrus diganti dengan nama lain. Dan kepercayaan itu dianut pula oleh Raden Tumenggu Wijoyo Kusumo yang sekitar tahun 1900 menjadi Bupati di Trenggalek dan merupakan kakek dari Oerip Soemohardjo.
Pada suatu hari cucu nya Muhammad sidik terjatuh dari pohon kemiri dan tidak sadarkan diri. Sebenarnya bupati ini sering mendengar cerita tentang kenakan Muhammad sidik. Lalu ia mengirim utasan kePurworejo supaya member tahu kepada oaring tuanya agar nama Muhammad sidik itu diganti dengan nama Oerip. Ketika itu Oerip sudah duduk di HIS ( Hollandsih Inlandsche School : Sekolah Dasar ).
Ia dilahirkan pada tanggal 22 februari 1893 di kampong Sindurejan. Sidik dibesarkan dikeluarga yang mamapu dan cukup terpandang. Kenakalan atau yang lebih dikenal lagi dengan kenakalan sidik cukup terkenal di Sindurejan. Perubahan nama tidak mengubah kelakuannya. Ia yang menentukan apa yang hatus teman-temannya lakukan. Ia berdiri dibarissan paling depan untuk melindungi mereka bila ada gangguan dari gerombolan-gerombolan anak-anak lain.
Ketika suatu kali di Purworejo diadakan pertunjukan sirkius yang rutin diadakan setiap tahunnya, Oerip memimpin kawan-kwannya untuk memanjat pohon yang tumbuh dekat dengan pertunjukan sirkus tersebut. Jadi dengan demikian anak-anak tersebut dapat menonton pertunjukan dengan tidak usah membayar lagi.
Ayah Oerip mempunyai beberapa ekor kerbau, ia senang sekali menggiring kerbau ke dalam kota. Ia dengan bangga duduk diatas punggung kerbau. Perbuatan itu menyebabkan lalu lintas terhalang, bahkan suatu kali kendaraan Bupati Purworejo terpaksa terhenti . akibatnya ayah Oerip dipanggil ke Kabupaten dan Mantri Guru itu berjanji yang tidak baik itu.
Serta duduk didlam kelas juga merupakan siksaan bagi Oerip. Ia menganggap dengan bersekolah itu kebebasannya bermain-main menjadi terhalang. Karena itu Oerip tidak termasuk anak pandai.
Pada malam hari Oerip dan temen-temannya sering pula bermain-main. Kadang-kadang mereka bersembunyi ditempat-tempat yang yang sepi, menunggu orang-orang dewasa yang lewat ditempat-tempat itu pulang dari mesjid atau surau. Pada waktu itu orang-orang itu lewat, anak-anak itu menyembunyi suara-suara yang menakutkan orang-orang dewasa terkejut dan lari pontang panting bila kemudian mereka tahu bahw anak-anak itu lah yang menakut-nakuti mereka, mereka pun menyumpah sejadi-jadinya. Selalu saja sumpah serapah mereka tujukan terutama kepada Oerip. Bapak Soemohardjo harus menebalkan telinganya untuk mendengarkan cerita orang tentang kenakalan anaknya.
Dalam acara maulid pun Oerip tak mau ketinggalan. Ia juga ikut sera dalam acara maulid nabi tersebut. Ia mengajakan teman-temannya kemesjid. Dalam acara itu biasanya kaum wanita membawa makanan yang akan akan dimakan sehabis sembahyang. Orang-orang dewasa bersembahyang dalam mesjid sedangkan anak-anak diluar. Oerip dan kawan-kwannya sembahyang pula seperti halnya orang-orang dewasa. sebenarnya ia belum tahu betul apa itu sembahyang dan apa yang harus dilaukan dalam sembahyang itu. Ia berdiri, rukuk, dan duduk menirukan oarng-orang dewasa pada rakaat terakhir, sebelum imam membacakan assalamualaikum sebagi tanda berakhirnya sembahwayang, Oerip sudah memerintahkan teman-teman nya untuk menyerbu nasi tumpeng, aluk pauk, yang terdapat dalam nasi tumpeng itu mereka ambil. Sesudah itu mereka lari dan bersembunyi ditempat lain, sambil menikmati hasil curian mereka.
Oerip juga senang bermain sepak bola. Sewaktu bersekolah di sekolah dasar. Ia menjadi pemimpin kesebelasan kelasnya. Bila da pertandingan ia membawa kambing nya yang bernama bejo. Kambing itu ia anggap sebagai mascot dari kesebelasannya dan ia juga member pakaian kepada kambing itu.
Ia menjadi andalan abgi kawan-kawannya. Pemain sepak bola apda waktu itu belum teratur seperti sekarng ini. Sering kali para pemain berkelahi dilapangan. Bila hal itu terjadi, Oeriplah yang menjadi pelindung kesebelassannya. Ia yang berani menentang anak-anak yang lebih besar badannya.
Tidak selamanya kesebelasan Oerip menang. Apabila kesebelasan lawan terdiri dari anak-anak yang lebih dewasa. Oerip haru s menerima ejekan dari para penonton perempuan bila pertandingan nya berakhir dan kesebelasan Oerip kalah. Dengan muka menekur ia ia dan kawan-kawannya meninggalkan lapangan itu. Sambil mengirim si bejo yang sekali itu dianggap tidak berhasil member keuntungan.
Ketika Oerip duduk di Sekolah Dasar Belanda, sekali lagi bapaknya yang bernama Soemohardjo terpaksa berurussan dengan Bupati. Oerip dimasukkan ke Sekolah Belanda untuk memeprlancar Bahasa Belandanya. Disekolah tersebut banyak terdapat anak-anak serdadu Negro. Bahasa Belanda mereka lebih lancer dengan dibandingkan bahasanya Belandanya Oerip. Karena itu Oerip sering diejek teman-temannya yang ada disekolah itu. Sekali dua kali oerip masi mampu menahan diri dari amarah nya karena sering diejek oleh teman-temannya, tetapi lama kelamaan hinaan dan ejekan itu tidak bisa lagi diterimanya. Oerip mengarahkan kwan-kawannya untuk melampiaskan sakit hatinya. Mereka pergi mengelilingi komplek itu sambil berteriak mengejek orang negro yang berkulit hirtam dan bersuara sengau. Perbuatan itu mereka lakukan berulang-ulang dan beberapa hari berturut-turut. Akibatmya serdadu-serdadu Negro itu merassa tidak senang. Mereka mengadu kepad Bupati Purworejo.
Bapak Soemohardjo di panggil lagi ke Kabupaten dan di marahi karena kelakuan nakal anaknya itu. Ia menjawab bawha Oerip melakuka perbuatan itu karena dihina oleh anak-anak Negro. Bapak Soemohardjo berjanji akan melarang Oerip dan kawan-kawannya mengganggu perkampungan Negro, asal saja anak-anak negro itu berjanji pula tidak akan lagi menghina oerip.
Bapak Soemohardjo betul-betul merasa malu melihat kelakuan anaknya. Seorang guru yang terpandang dilingkungan masyarakat, ia seolah-olah kehilangan muka karena kenaklan anaknya itu. Hampir setiap hari ada saja orang bercerita tentang kenakalan Oerip. Tapi bapak Soemohardjo tidak menyadari bahwa ia telah memberikan sesuatu yang indah kepada anaknya, suatu kehidupan yang tidak semua anak-anak lain biasa mengecapnya. Tanpa disadari ia telah memberikan kesempatan kepada anaknya untuk tumbuh menjadi seorang yang penuh dengan kreativitas. Ia dan istrinya tak sadar bahwa anak mereka memiliki jiwa yang hidup, penuh gairah, berani mencari tantangan dan berani dalam menghadang bahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Amrin,Imran.1993.Oerip Soemohardjo.Jakarta : Cv.Manggala Bhakti Pramono.1979.Biografi Pahlawan Nasional dari llingkungan ABRI.Jakarta:pt. gpm(godhessa pra mas)
Comments
Post a Comment
-Berkomentarlah yang baik dan rapi.
-Menggunakan link aktif akan dihapus.