Seorang Nenek dalam Angkutan
Perempuan itu duduk tepat di samping saya ketika mobil yang kami tumpangi akan melaju. Di jok depan dan tengah sudah penuh sesak oleh penumpang dan berbagai macam bawaannya. Hanya di jok belakang, tempat saya dan seorang teman duduk, masih tersisa sedikit tempat untuknya.
Rupanya, perempuan itu cukup familiar. Ketika mobil mulai melaju, ia mengajak kami bicara. Mula-mula, ia bertanya tujuan kami. Saya jawab, mau ke pondok. Hari itu, 3 Juni 2012, saya memang baru selesai berkunjung ke rumah teman di Desa Lanjuk, Manding, Sumenep.
Sepanjang perjalanan, ia mendominasi pembicaraan. Kondisi ini disebabkan karena dia berbicara menggunakan bahasa Madura halus. Saya menjadi rikuh untuk menimpali, khawatir salah ucap. Maklum, penguasaan bahasa Madura halus saya sungguh tak karuan. Ada banyak kosa kata yang dia ucapkan terdengar asing di telinga saya.
Meski rikuh, saya tetap merasa nyaman. Nasihat-nasihatnya memunculkan bayangan wajah almarhumah nenek, penuh keakraban. Sambil memberi nasihat, tangan keriput perempuan itu mengelus-elus punggung saya. Saya merasa seperti betul-betul sedang dinasihati oleh nenek.
Satu hal yang paling saya ingat dari nasihatnya adalah jangan menyakiti perasaan Ibu. Ia mengulanginya beberapa kali.
Tanpa terasa, mobil yang kami tumpangi sudah sampai di Pasar Lenteng. Perempuan itu bersiap-siap turun. Saya dan seorang teman tadi masih akan melajutkan sisa perjalanan. Saat akan turun, tiba-tiba perempuan itu menyodorkan uang dua ribuan kepada saya. Saya kaget dan memilih menolaknya. Saya merasa tidak enak. Namun, dia tetap memaksa. Katanya, untuk jajanan di pondok. Dengan masih diliputi kekagetan, akhirnya saya menerimanya.
Mobil kembali melaju. Saya termenung sepanjang jalan. Siapakah perempuan tua itu?
sumber foto: http://kumisjaim.web.id
sumber foto: http://kumisjaim.web.id
Comments
Post a Comment
-Berkomentarlah yang baik dan rapi.
-Menggunakan link aktif akan dihapus.