Hb. Lutfi:Ahli Kubur Bisa Mendengar Doa

Tanya Jawab dengan Habib Lutfi,- Al Kisah

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pada tanggal 12 Juni 2005 saya diajak ke makam Syeikh Subakir di Gunung Tidar, Magelang, oleh guru saya, K.H. Syekh Abdul Jalail bin Thoyyib Assa'id (Gus Jalil), Kudus. Beliau membaca berbagai bacaan yang selalu diikuti jemaah. Antara lain, Salamullah ya sadah dan seterusnya, Al-Fatihah, Yasin, Al-W�qi'ah, Asma al-Husna, tahlil, kemudian ditutup dengan bacaan Maulid, dengan Asyraqal kaunubtihajah dan seterusnya. Adakah dasar-dasarnya amalan tersebut? Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

K.A. Rifai


Jawaban:

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Doa para alim ulama dalam ziarah kubur pasti ada dasar-dasarnya. Ketakutan seorang ulama itu kepada Allah (Swt) sangat tinggi. Jadi mereka tidak mau berbuat sesuatu yang mengada-ada, yang tidak ada dasarnya, yang mengundang pertanggungjawaban di hari Kemudian.

Contoh, mengambil sepotong ayat, "Dan Tuhanmu berfirman,
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina" (QS Al-Mukmin: 60).

Lalu bab perintah ziarah kubur dalam Hadist, "Dahulu aku melarang kamu ziarah kubur, sekarang berziarahlah." Namun banyak orang yang memotong Hadist ini, dan tidak dilanjutkan, jadi bunyinya hanya, "Aku telah melarang kamu berziarah kubur." Kalau tidak dilanjutkan, akan mengundang pertanyaan. Karena, dalam uslub (tata bahasa) dalam kalimat yang didahului dengan kata kerja madhi' (past tense, kata kerja lampau), kalau kata kerja lampau itu diucapkan, selalu mengundang pertanyaan: Lalu sekarang bagaimana?

"Dulu aku melarang kamu berziarah kubur", mestinya orang bertanya, sekarang bagaimana. Di sini, Hadist itu dilanjutkan oleh Rasulullah, "sekarang berziarahlah."

Tujuan orang berziarah, pertama, mengingatkan kembali kepada kita bahwa setiap manusia akan kembali kepada Allah. Kedua, mengingatkan kita, apa yang harus kita bawa (bekal) ketika keluar dari dunia yang fana ini. Ketiga, dzikr al-maut bertujuan untuk membangkitkan amal saleh, bukan untuk memupuk rasa takut mati, tapi takut kalau mati dalam keadaan yang buruk.

Berziarah kubur akan mendorong kita mengubah sikap serta amal yang tidak baik. Adapun doa-doa ziarah kubur, karena ada perintah dari Allah "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan", sangat luas. Kita bisa minta kepada Allah dengan perantaraan bacaan surah Al-Fatihah. Atau dengan lantaran bacaan Al-Qur'an yang lain. Dan pahala bacaan Al-Qur'an itu kita hadiahkan kepada para ulama yang kita cintai. Siapakah yang mengatakan doa seperti ini tidak sampai kepada Allah (Swt)? Kita tidak bisa mengklaim suatu doa itu sampai atau tidak kepada Allah, yang bisa mengetahui hanya Allah. Apalagi tentang mendoakan orang lain, shalat lima waktu kita saja kita tidak tahu, apakah diterima Allah atau tidak. Itu hak Allah. Jadi, perlu diingat, tidak ada satu tindakan pun yang dilakukan para wali maupun ulama yang saleh akan menyimpang dari keteladan Nabi dan para sahabat.

Bacaan, "Salamullah ya sadah" merupakan bagian dari ajaran Rasulullah (saw). Rasulullah kalau berziarah kubur mengucapkan salam,"Assalamu'alaikum, ya ahlul kubur, wal mukminin wal mukminat." Ada lagi Hadist, "Ya daril kaumul mukminin". Artinya, kalau Rasulullah memberikan salam kepada ahli kubur, berarti ahli kubur itu mendengar apa yang diucapkan Rasulullah. Bahkan telapak sandalnya saja mereka mendengar. Para ahli kubur mendengar setiap telapak kaki yang masuk ke kuburan. Apalagi orang membaca doa. Apalagi orang membaca Al-Qur'an. Apalagi orang membaca tahlil. Dari situlah, ungkapan "Assalamu'alaikum, ya darul mukminin" di dalamnya diteruskan oleh para alim ulama, "Salamullah, ya sadah minar-rahman yaghsyakum, ibadallah ji'nakum, qashadnakum thalabnakum". Itulah di antaranya luasnya doa ziarah kubur yang artinya, Semoga Allah memberikan keselamatan, wahai orang yang mulia, (keselamatan) dari Yang Maha Pengasih. Itu semua merupakan doa, permintaan kepada Allah, untuk siapa yang diziarahi, yaitu orang-orang yang dekat kepada Allah. Seperti kita mengucapkan kalimat "Assalamu'alaika ayyuhannabiyyu warrahmatullahi wabaraktuh, assalamu'alaina wa'ala 'ibadillahish-salihin."

"Assalamu'alaina" di sini memiliki arti yang luas. Sebab di sini lafalnya jamak. Namun secara terperinci sudah merangkum semuanya, dan diucapkan lagi oleh Baginda Nabi, karena cintanya Rasulullah kepada para salihin. Sedang di dalam kalimat tersebut, para salihin sudah termasuk di dalamnya. Seperti ketika shalat, kita senantiasa mengucapkan "Ihdinash-shirathal mustaqim, atau "tunjukkanlah kami jalan yang lurus." Di sini lafal tersebut menggunakan kata "kami", bukan "saya", untuk menunjukkan bahwa subjeknya umat Islam secara umum.

Sumber: Majalah Al Kisah

Comments

Popular posts from this blog

Cara Membuat Halaman Login Hotspot Berbeda pada 1 Mikrotik

UltraISO Premium Edition v9.5.3

Arti OSAKMJ